Dalam surat ini, hal yang pertama ingin aku lakukan adalah meminta maaf. Maaf telah lancang menuliskan surat seperti ini kepadamu. Maaf telah mencintai putra bungsumu melebihi engkau. Dan maaf Ibu, aku menginginkannya untuk menjadi penyempurna cacatku. Mengapa aku memintanya kepadamu? Sebab, jika nanti aku miliknya, sampai kapanpun ia tetaplah milikmu.
Sebelum memutuskan, baiknya aku memperkenalkan diri dulu. Aku tidak memaksa engkau percaya dengan apapun yang aku katakan. Aku hanya ingin diberi kesempatan. Kesempatan menceritakan lebih dan kurangku.
Aku bukan gadis cantik seperti menantu idamanmu, tetapi aku tidak pernah menganggap anakmu buruk. Aku memang tidak sekaya perempuan lain, tetapi aku bersedia bekerja sama membantu anakmu mencari nafkah. Aku sadar, aku memang tidak pandai beribadah, namun aku percaya anakmu mampu mengubahku. Kami sepakat memahami dan menerima masing-masing. Kami memiliki tujuan yang sama, saling membahagiakan.
Perihal mengapa aku ingin sekali menjadi perempuan putramu. Di hidupku, ia sebatas kebutuhan. Aku butuh tenangnya untuk menenangkanku. Aku butuh sabarnya untuk mengajariku tabah. Dan aku butuh sederhananya untuk membuatku merasa cukup. Sebaik-baiknya aku, ia tetaplah yang terbaik sebab membaikkanku.
Pernah aku bermimpi memiliki anak laki-laki setampan putramu. Sedang putramu berharap memiliki putri sepuitis aku. Inginku ada padanya, dan harapnya ada padaku. Ibu, tidakkah engkau ingin mewujudkan mimpi dari dua anak sekaligus? Sebesar apapun ragumu saat ini. Ketauhilah bahwa aku adalah sekecil-kecilnya yakin, yang akan tetap memperjuangkannya, sampai aku lupa bagaimana lelahnya berjuang ketika sudah mendapatkan.
Tak usah engkau berpikir anak lelakimu akan meninggalkanmu. Sebab, jika kami berdua bersatu, engkau akan memiliki putri baru, yakni aku. Tak usah engkau resah memikirkan bagaimana istirahat, makan, dan sakitnya. Perempuan yang ingin menjadi putrimu ini sudah jauh belajar memahami putramu. Yakinkan saja dalam hatimu, kami akan baik-baik saja.
Aku tidak bermaksud merayu atau menyogokmu dengan kalimat-kalimat seperti ini. Percayalah Ibu, aku dan anakmu layak menjadi sepasang. Mungkin untukmu ia adalah segalanya. Tetapi bagiku, ia semestaku. Terima kasih Ibu telah melahirkan putra sesempurna dia. Aku menyayanginya. Aku menginginkannya. Sebelum ia menemui ayahku, aku ingin mendapat restumu terlebih dahulu.
Dari, perempuan lancang yang sangat mencintai Putramu.
Editor: Zuki Rama